Minggu, 26 April 2009

Belajar dari Golkar, PKS Rahasiakan Cawapres


Partai Keadilan Sejahtera (PKS) secara resmi memutuskan untuk berkoalisi dengan Partai Demokrat. Nama cawapres dari PKS untuk mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu sudah diputuskan kemarin. Belajar dari 'insiden' Golkar, PKS akhirnya merahasiakan sang nama cawapres.

"Nama (cawapres) itu sudah diputuskan. Kesepakatan untuk tidak mengungkap ke publik untuk menjaga etika dan politik. Terutama belajar dari kasus Golkar kemarin," kata Presiden PKS, Tifatul Sembiring, dalam perbincangan dengan VIVAnews melalui telepon, Minggu (26/4) malam.

Kasus Golkar yang dimaksud Tifatul adalah soal pengumuman Partai Golkar yang menyatakan putus hubungan koalisi dengan Partai Demokrat. Saat itu, Partai Demokrat tidak menduga bahwa Golkar akan menyatakan keputusan yang dinilai sepihak. "Kami tidak ingin itu terulang kembali," ujar Tifatul.

Hasil Musyawarah Majelis Syura PKS kemarin memutuskan dua hal. Pertama, PKS secara resmi berkoalisi dengan Partai Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono. Koalisi ini dilakukan apabila kontrak politik disepakati bersama.

Kedua, kontrak politik yang dimaksud itu berdasarkan platform bersama dan disetujui kedua belah pihak. Dua belah pihak itu diwakili Tim Lima dari PKS dan Tim Sembilan dari Partai Demokrat.

Dalam waktu dekat, nama calon wakil presiden dari PKS akan disampaikan kepada SBY. Pengajuan nama itu akan disampaikan dalam amplop tertutup. "Nama itu akan disampaikan Insya Allah minggu ini," kata Tifatul. [sumber: vivanews.com]

Sabtu, 25 April 2009

Koalisi PDIP-Golkar Cuma Gertakan


Jakarta - Penjajakan koalisi yang dilakukan Partai Golkar dan PDI Perjuangan diprediksi tak akan membuahkan koalisi kedua partai besar itu. Langkah-langkah politik yang dilakukan kedua parpol itu dinilai sebagai manuver alias gertak politik semata.


"PDIP dan Golkar sama sekali tidak bisa merapat. Sampai sekarang pun saya yakin tidak akan, itu hanya salto-salto politik saja," kata pengurus Ponpes Abdurrahman Wahid Soko Tunggal Nuril Arifin usai acara 'Kongkow bareng Gus Dur' di Kedai Tempo Jakarta, Sabtu (25/4).


Selama ini PDIP tetap menjagokan Mega. Sementara Golkar merasa direndahkan kelompok tertentu, yang kemudian dimanfaatkan kelompok yang tidak ingin muncul sebagai kroninya SBY.


Nuril menyatakan, kedekatan antara keduanya kemungkinan hanya suatu langkah alternatif saja karena hal itu biasa dalam politik. Dan pecahnya Golkar dan Demokrat bukan permintaan Demokrat, sebab jika sampai Demokrat yang meminta maka bisa jadi tuntutan politis dan Pilpres bisa batal.


"Makanya biarkan JK membentuk sendiri dan barangkali nanti akan muncul kompromi-kompromi. Saya tidak yakin Golkar itu menjadi oposisi. Tidak yakin saya karena ada unsur berbahayanya," ujar pria yang akrab disapa Gus Nuril ini. 


Paling-paling, ujarnya, nanti ketika Golkar di luar kekuasaan, hanya akan diberikan beberapa jatah menteri, dan untuk mengamankan aset-aset yang sekarang sudah terkumpul dan dilakukan selama rezim SBY-JK. 


"Hanya itu saja. Karena kalau itu lepas, woow.. kacau ini. Lapindo akan meledak, semuanya akan meledak, termasuk Freeport akan terjadi perjanjian ulang dan itu berbahaya sekali," tandasnya. [fit/ana, inilah.com]

Senin, 20 April 2009

Tim Lima PKS Bertemu Tim Sembilan Demokrat


Partai Keadilan Sejahtera ternyata sudah melakukan pertemuan dengan Partai Demokrat. Dalam pertemuan itu, PKS diwakili Tim Lima dan Demokrat diwakili Tim Sembilan. Tim Sembilan ini khusus menggodok calon wakil presiden untuk Susilo Bambang Yudhoyono.

"Pertemuan di Nikko (Hotel Nikko) itu hanya komunikasi saja. Kalau di PKS itu namanya Tim Lima, karena anggotanya ada lima orang," kata Presiden PKS, Tifatul Sembiring, dalam perbincangan dengan VIVAnews melalui telepon, Selasa, 21 April 2009.

Kendati demikian, Tifatul masih menyebut pertemuan dua tim itu masih sekadar silaturahmi. Tifatul juga menekankan bahwa dari hasil pertemuan kemarin malam itu tidak ada kata sepakat. "Pertemuan malam kemarin itu baru menjajaki saja, tapi kalau keputusan belum ada," ujar dia.

Tim Sembilan Demokrat memang dibentuk untuk melakukan persiapan menjelang Pemilu Presiden 8 Juli mendatang. Tim ini dibentuk untuk menyiapkan nama calon wakil presiden pendamping Yudhoyono, Demokrat membentuk tim khusus.

Tim Sembilan itu terdiri dari Ketua Umum, Hadi Utomo, Sekretaris Jenderal, Marzuki Alie, Wakil Sekretaris Jenderal, Syarif Hasan, Ketua Badan Pemenang Pemilu, Yahya Secawirya, Ketua Dewan Pimpinan Pusat, Andi Mallarangeng, Anas Urbaningrum, dan Ruhut Sitompul, serta Jero Wacik, dan Hayono Isman.

Dalam penjajakan koalisi, Demokrat sudah beberapa kali menggelar pertemuan. Bahkan sebelum Pemilu Legislatif, Yudhoyono sudah bertemu dengan Ketua Majelis Syura PKS, Hilmi Aminuddin. Yudhoyono juga sudah bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar, Jusuf Kalla, di Cikeas. (vivanews.com)

Sabtu, 18 April 2009

Potensi Caleg Gila Capai 7.376 Orang


Gagal meraih sesuatu dapat memicu depresi pada diri seseorang. Pun ketika seorang calon anggota legislatif gagal meraih kursi dewan.

Data Departemen Kesehatan menyebut, sebanyak 7.376 calon anggota legislatif berpotensi terkena gangguan jiwa berat alias gila. Sebanyak 49 caleg DPR RI, 496 caleg provinsi, 4 caleg DPD, dan 6.827 caleg kabupaten atau kota.

Sedangkan sebanyak 182.867 caleg berpotensi mengalami gangguan jiwa ringan. Sebanyak 1.246 caleg DPR, 12.312 caleg provinsi, 111 caleg DPD, dan 169.198 caleg kabupaten atau kota.

Angka itu dihitung berdasar dua variabel rata-rata yang muncul dari hasil riset Departemen Kesehatan tahun 2007. Jumlah caleg yang tersingkir dikalikan variabel rata-ratanya, yaitu gangguan jiwa ringan sebesar 11,4 persen dan gangguan jiwa berat 0,46 persen.

"Kalau jumlah riilnya yang gila kami belum terima laporannya," kata Dirjen Dinas Pelayanan Medis Departemen Kesehatan, Aminullah, Jumat 17 April 2009.

Di sejumlah daerah, caleg yang mengalami gangguan jiwa akibat kalah dalam pemilu mulai bermunculan. Bahkan banyak di antaranya yang nekat mengakhiri hidup dengan bunuh diri. (vivanews.com)

Kamis, 02 April 2009

Partai Orba vs Partai Reformis

Meskipun Pemilu legislatif baru akan berlangsung enam hari lagi, tapi koalisi menuju pilpres sudah menunjukkan benang merah. Tiga partai politik besar; Golkar, PDIP, dan PPP sudah mendeklarasikan kepada publik bahwa mereka telah membentuk Golden Triangle. Deklarasi ini dibaca publik sebagai koalisi ‘kuat’ dalam pemilihan presiden.

Lalu bagaimana dengan Partai Demokrat yang sejak awal sudah bersiap menyodorkan SBY sebagai capres 2009-2014? Dan bagaimana juga dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang pernah berkomunikasi dengan Golkar lalu berhembus wacana JIKA-Hidayat? Seakan-akan Partai Demokrat sedang ‘dikeroyok’ dan PKS sedang ditinggalkan.

Namun, jika kita menggunakan sudut pandang yang berbeda dalam mengamati aksi-aksi parpol, yang terjadi adalah sebuah strategi politik yang penuh manuver. PKS sedang menjalankan sebuah strategi yang menggiring lawan-lawan politiknya dalam perangkap dan akan menghadapinya nanti face to face dan dimungkinkan punya peluang menang lebih besar. Apa itu?

Sebagaimana tulisan sebelumnya (PDIP-Golkar Masuk Perangkap PKS), PKS memang tengah menggiring partai pimpinan Megawati dan partai pimpinan JK masuk dalam sebuah koalisi. Di luar skenario awal itu, ternyata partai pimpinan Suryadharma Ali juga ikut masuk dalam ‘perangkap’ yang sama. Maka, ‘black campaign’ untuk ‘mengalahkan’ lawannya akan lebih mudah dilakukan oleh PKS. Golden Triangle adalah koalisi tiga partai orde baru. Dengan mempublish ‘sisi hitam’ orde baru secara besar-besaran maka koalisi ini sebenarnya amat mudah digembosi. Rakyat akan teringat pada keburukan orde baru, apalagi bagi mereka yang merasakan penderitaan langsung di bawah rezim otoriter yang memerintah selama 32 tahun itu.

Sementara, sebagai antitesa dari ‘Koalisi Orde Baru’ PKS tengah berusaha membangun ‘Koalisi Partai Reformis’ bersama Demokrat dan Partai-partai yang lahir di masa Reformasi. Seperti disampaikan Anis Matta dan Mahfudz Siddiq dalam “Debat Metro TV” kemarin malam (2/4), yang juga diamini oleh Marzuki Alie, Sekretaris Jendral Partai Demokrat. [DoZ]