Minggu, 29 Maret 2009

PKS Minta Maaf Kepada Warga Jakarta


JAKARTA - Kampanye akbar Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Stadion Gelora Bung Karno Senayan Jakarta Pusat diprediksi memacetkan sejumlah ruas jalan protokol di Ibukota.

Atas ketidaknyamanan ini, Dewan Pimpinan Wilayah PKS DKI Jakarta menghanturkan maaf kepada pengguna lalu lintas. Dalam situs resmi PKS di www.pk-sejahtera.org DPW PKS DKI menuliskan sepucuk surat berlatar belakang warna emas bertuliskan:

"Dari lubuk hati yang paling dalam Dewan Pimpinan Wilayah Partai Keadilan Sejahtera DKI Jakarta dengan ini memohon maaf yang sebesar-besarnya atas ketidaknyamanan yang Anda rasakan dalam menjalankan aktivitas di jalan raya dikarenakan adanya Kampanye Akbar Partai Keadilan Sejahtera di Gelora Bung Karno, Senin 30 Maret 2009."

Kampanye dengan tema "Putihkan Jakarta, Hadirkan DPR/DPRD Bersih" ditargetkan akan dihadiri 500 ribu kader partai berlambang padi emas yang berasal dari lima wilayah di Jakarta.

Petugas Traffic Management Centre (TMC) Polda Metro Jaya, Bripda Irawan kepada okezone mengatakan, sejumlah titik kemacetan akan terjadi di Jalan Gatot Subroto, dan di seputaran TVRI dari arah MH. Thamrin menuju Sudirman.
(ram, okezone)

Kamis, 26 Maret 2009

PKS Mimpi 'Putihkan' Demokrat?


Jakarta - Begitu Partai Demokrat membuka peluang, PKS langsung membangun komunikasi politik secara intens. Menyusul pertemuan para 'decision maker' kedua partai, SBY-Hilmi, kini sekjen kedua partai langsung bersilaturahim. PKS berambisi usung duet SBY-Hidayat?

Dalam sebuah kampanye, keinginan koalisi dilontarkan Presiden PKS Tifatul Sembiring dan Sekjen DPP PKS Anis Matta. Keduanya sama-sama merujuk survei internal PKS yang menyebut angka kesukaan kader PKS terhadap capres SBY paling tinggi dibanding tokoh lain. Hubungan berlanjut dengan pertemuan Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin dengan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, SBY di Cikeas, beberapa hari lalu.

Respon pertemuan Hilmi-SBY pun diperkuat dengan forum Sekjen parpol yang dihadiri Anis Matta dan Marzuki Alie, Rabu (25/3) malam. Kedua partai menyepakati ide pembentukan koalisi menyambut pemilu 9 April mendatang. "Iya dalam waktu dekat kita akan deklarasikan kerjasama antara PKS dan Demokrat untuk pemilu legislatif ini," ujar Anis.

Ia mengatakan, pertemuan semalam memang sudah membahas teknis koalisi. Salah satunya adalah melakukan kerjasama dalam mengamankan suara. "Pertemuan ini merupakan titik tolak kelanjutan koalisi PKS-Demokrat. Dalam waktu dekat akan ada pertemuan evaluasi kontrak politik selama ini antara ustad Hilmi dengan Pak SBY. Koalisi ini memang belum final, tapi kecenderungannya memang ke sana (dukung SBY)," tegas Anis.

Tetapi, solidkah ide itu dalam internal Demokrat? Jawabnya belum tentu. Wacana koalisi PKS-PD dinilai lebih ingin membawa citra SBY ke arah 'kanan' (Islam). Padahal, SBY selama ini sudah diimejkan sebagai figur nasionalis religius. "Demokrat dan SBY akan menolak dan tidak mau berkoalisi dengan parpol yang akan membawa bandul pemerintah ke arah kanan," Ketua DPP PD Max Sopacua.

Menurutnya, janggal bila jagonya kemudian akan digeser ke nuansa Islam yang kental. Karena, figur yang mendampingi SBY kelak wajib sealiran yakni nasionalis-religius. Tidak hanya itu, parpolnya juga akan berusaha keras menggaet parpol beraliran nasionalis. Alasannya, hal ini untuk menghindari berubahnya warna pemerintahan SBY ke depan.

"Meski begitu kita tidak menutup koalisi dengan parpol religius. Karena nasionalis tetap akan membutuhkan religius. Siapapun yang akan mendampingi SBY tidak akan bisa menggeser itu ke kanan," urai Max.

Benarkah PKS serius merapat ke SBY untuk menggolkan Hidayat? Banyak analis meragukan PKS memiliki tujuan tersebut. Langkah PKS tersebut lebih diprediksi sebagai langkah mengamankan kepentingan politik sesaat. PKS telah menggeser orientasi politik dari idealis menjadi pragmatis. Intinya, PKS sengaja melakukan inkonsistensi garis politik.

"PKS telah meramal bahwa SBY punya prospek yang kuat untuk terpilih kembali menjadi presiden. Ini suatu keputusan yang jauh lebih maju dari parpol lain yang masih menungggu hasil pileg. PKS ingin mengamankan basis suaranya," tutur pengamat politik dari UI, Abdul Gafur Sangadji.

Analis politik dari LSI, Burhanuddin Muhtadi menduga SBY tidak akan melirik Hidayat sebagai cawapresnya dalam Pilpres ke depan. SBY dinilai lebih akan memilih orang yang berlatar belakang nasionalis ketimbang Islamis. "Yang perlu dikritisi, SBY jangan terlalu gegabah dalam memutuskan untuk segera berkoalisi dengan PKS meski PKS tampaknya sudah bulat mendukung SBY," cetus Burhan.

Ia menjelaskan, bila SBY menerima pinangan PKS yang akan menduetkan SBY-Hidayat, maka akan cukup bahaya bagi pemerintahan SBY. Sebab, kelompok Islamis yang akan ikut koalisi akan bertambah seperti PBB, PPP, PAN yang banyak melakukan permintaan. Sehingga cukup sulit untuk menjaga garis pemerintahan tidak bergerak ke kanan.

"Kalau hanya sekadar power sharing parpol akan dapat berapa menteri di kabinet tak ada masalah. Tapi yang bahaya jika kelompok Islam itu nantinya menuntut terlalu banyak untuk agenda negara yang pro-Islam," tandasnya.

Bila pasangan tersebut terbentuk dan menang, pakar komunikasi politik UI, Dedi Nur Hidayat mengatakan pandangan dunia khususnya negara-negara barat akan merubah persepsinya. Indonesia akan semakin dilihat sebagai negara Islam yang moderat. Sebab, selama ini PKS telah berhasil menjadi partai Islam yang moderat.

"Amerika khusus akan merubah persepsi bahwa Indonesia bukan lagi sebagai negara teroris," papar Dedi.

Perubahan itu, lanjut dia, juga bisa berdampak negatif jika PKS mengendalikan sektor ekonomi. Para investor asing akan berpikir ulang menanamkan modalnya di Indonesia. "Bukan tidak mungkin pola perdagangan akan berubah menjadi lebih mengedepankan syariat Islam," ungkapnya.

Seriuskah PKS menyorongkan Hidayat sebagai capres? Agaknya pertanyaan ini cukup sulit untuk dijawab. Karena SBY juga tentu akan mempertimbangkan adanya stigma 'garis keras' yang ditempelkan kepada PKS. Apalagi, SBY selama ini dikenal sangat berhati-hati dalam menjaga imejnya di mata publik.[L4, inilah.com]

Pendukung Abdul Hadi Hantui PAN

Makassar - Inilah buah langkah politik PAN menyingkirkan Abdul Hadi Djamal. Sekitar seribuan pendukung kader PAN asal Selawesi Selatan itu mendominasi kampanye akbar PAN di Lapangan Hertasning, Makassar, Kamis (26/3). Abdul Hadi masih menghantui PAN?

Sebagian besar pendukung fanatik Hadi Djamal yang menamakan dirinya tim bandara, berasal dari daerah Mandai, Kabupaten Maros dan Sudiang, Kota Makassar, selebihnya berasal dari Bumi Tamanlanrea Permai (BTP) dan Antang, Makassar.

"Kami adalah orang-orang setia Pak Hadi Djamal bukan kader PAN, kami ke sini untuk beliau, bukan untuk kampanye ini," ujar salah seorang pendukung Hadi Djamal, Rusli.

Menurut Rusli, mereka datang untuk memperlihatkan pada kader-kader PAN, bahwa sosok Hadi Djamal masih tertanam dalam benak para pendukungnya, bahkan akan tetap mereka centang pada Pemilihan Legislatif 9 April mendatang, selama belum ada hukum tertulis pencoretan nama Hadi Djamal di KPU.

"Kami akan tetap memilih Hadi Djamal, dan tidak akan berpaling ke caleg manapun, tetapi jika ada keputusan tertulis pencoretan Pak Hadi, maka kami akan golput," ujarnya.

Salah seorang pendukung lainnya, Syamsul Bahri mengatakan, jika berbicara tentang Hadi Djamal, bukan berbicara soal partai, tetapi berbicara tentang figur yang telah banyak berbuat untuk masyarakat Sulawesi Selatan pada khususnya dan Indonesia Timur pada umumnya.

Saat para Juru Kampanye (Jurkam) PAN berorasi di atas panggung, pendukung Hadi Djamil mengangkat spanduk besar berukuran 3 x 5 meter ke tengah-tengah massa, tepat di depan panggung.

Hal tersebut berlangsung sekitar satu jam, tindakan tersebut membuat Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PAN Sulsel Ashabul Kahfi meminta kepada semua peserta kampanye menurunkan spanduk besar, termasuk spanduk Hadi Djamal, agar tidak menghalangi kader partai yang berada di belakang.

Sebelumnya, para simpatisan Hadi Djamal saat acara dimulai, langsung menguasai bagian depan dan membentangkan spanduk dan atribut.

Di semua sisi lapangan, khusus sisi barat dan selatan terpajang sekitar 50 spanduk kecil Hadi Djamal yang bertuliskan "sudah berbuat untuk Sulsel" serta dua spanduk besar yang tertulis 'Ayo pilih kembali Hadi Djamal'. [*/dil, inilah.com]

Kamis, 19 Maret 2009

4 Hari Kampanye, PKS Klaim Kumpulkan 500 Ribu Kader


JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengklaim telah berhasil memobilisasi 500 ribu kader dan simpatisan, selama 4 hari kampanye terbuka.

"Yang terbesar di Yogyakarta pada 17 Maret dihadiri sekitar 100 ribu, lalu Padang-Sumbar pada 19 Mar sekitar 80 ribu," ungkap Ketua Tim Pemenangan Pemilu Nasional PKS, Mahfudz Siddiq, dalam pesan singkatnya kepada okezone, Jumat (20/3/2009).

Kemudian, lanjutnya, diikuti Riau pada 18 Maret lalu dengan 50 ribu orang, lalu Depok dan Bekasi pada 19 Maret yang diikuti sekitar 50 ribu, dan pada hari ini di tiga tempat di Jakarta yang akan dihadiri sekitar 75 ribu kader dan simpatisan.

Juru kampanye nasional yang diturunkan antara lain: Hidayat Nurwahid, Tifatul Sembiring, Anis Matta, Adang Darajatun. "Isu kampanye yang diangkat PKS adalah, reformasi DPR agar Pileg 2009 bisa hasilkan DPR yang aspiratif, bersih dan peduli," katanya.

Sementara PKS akan melakukan kampanye besar dengan target massa sebanyak 100 ribu di Makassar pada 24 Maret mendatang, Bandung 29 Maret mendatang, DKI 30 Maret mendatang, Tangerang 4 April mendatang dan Surabaya 5 April mendatang. (hri, okezone.com)

Senin, 16 Maret 2009

Damaikah Kampanye Damai?


Mengawali dibukanya kampanye terbuka pemilu 2009, KPU menggelar deklarasi kampanye damai di Pekan Raya Jakarta, Senin (16/3). Pimpinan pusat partai politik peserta pemilu menandatangani deklarasi sebagai kesiapan mereka mengupayakan kampanye berjalan tertib dan damai.

Ironisnya, acara yang dimaksudkan untuk ketenangan dalam berkampanye itu justru berlangsung kisruh karena para simpatisan partai menyerbu ke panggung, menyerukan yel-yel, dan mengibarkan atribut partai. Para simpatisan menyerbu ke panggung beberapa saat setelah Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary membacakan ikrar deklarasi damai yang diikuti 38 pimpinan parpol.

Suasana semakin kisruh ketika kader Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI), Satoloan, juga naik ke panggung dan berteriak-teriak memprotes karena Endung Sutrisno tidak dibolehkan menghadiri acara kendati mendapatkan undangan. Kericuhan ini terjadi karena dualisme kepemimpinan PPDI. KPU mengakui kepemimpinan Mentik Budiwiyono, sedangkan sebagian kader tetap mendukung Endung. Aparat kepolisian baru masuk dan berjaga di sekitar panggung setelah kericuhan terjadi.

Di beberapa daerah juga terjadi adu mulut antar pengurus parpol terkait dengan jumlah massa pawai yang dianggap melanggar ketentuan yang diberikan KPUD setempat.

Ini baru hari pertama. Bagaimana hari-hari berikutnya? Akankah benar-benar damai? [AN]

Minggu, 15 Maret 2009

Gus Dur 'All Out' Gembosi Muhaimin


Jakarta - Setelah mengalihkan suara ke PDI Perjuangan, kini PKB Gus Dur mengalihkan dukungan suaranya ke Partai Gerindra. Langkah ini seperti mempertegas upaya menggerogoti PKB Muhaimin Iskandar. Inikah sasaran antara merebut PKB?

Manuver zig zag Yenny Wahid yang didukung penuh ayahandanya KH Abdurrahman Wahid dalam upaya menggerogoti suara PKB Muhaimin Iskandar, khususnya di Jawa Timur memang cukup serius.

Setelah beberapa waktu lalu mendeklarasikan koalisi lokal Surabaya antara PKB Gus Dur dengan PDIP, tak genap satu bulan jelang pemilu, PKB Gus Dur mengalihkan dukungannya ke Partai Gerindra.

Dengan balutan acara “Jatim berzikir demi keselamatan bangsa dan negara” akhir pekan lalu, terjadilah pertemuan antara Ketua Dewan Syura DPP PKB KH Abdurrahman Wahid dan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto di hadapan massa kedua pendukung partai tersebut.

Sebuah koalisi lokal pun terbentuk. “Di beberapa daerah, banyak juga yang mengalihkan ke Partai Gerindra,” kata Sekjen DPP PKB Pro Gus Dur, Yenny Wahid kepada INILAH.COM, kemarin (15/3) di Jakarta. Menurut Yenni, upaya pengalihan dukungan ke Gerindra juga berdasar pada permintaan pendukung Gus Dur di akar rumput.

Yenny beralasan, pengalihan pendukung Gus Dur ke Gerindra karena dua faktor penting yaitu psikologis dan politis. Secara psikologis, sambung bekas staf khusus Presiden SBY ini, Partai Gerindra merupakan partai politik baru yang tidak memiliki gesekan masa lalu dengan PKB. “Gerindra partai baru, tidak memiliki jejak rekam gesekan dengan kita,” katanya.

Sebagaimana diketahui, lengsernya Gus Dur dari kursi kepresidenan yang digantikan Megawati Soekarnoputri membuat hubungan kedua tokoh itu sempat merenggang yang juga diikuti masa di bawah. Namun, Yenny membantah, koalisi dengan Gerindra sama sekali tidak mempengaruhi koalisi sebelumnya yakni dengan PDIP. “Ini kan koalisi lokal,” tegasnya.

Alasan politisnya, Yenny menegaskan pihaknya berharap bergabungnya dengan Gerindra, ke depan dapat membantu merebut kembali PKB dari tangan Muhaimin Iskandar. “Kita akan dibantu untuk merebut kembali PKB,” tandas Yenny.

Manuver Yenny dan Gus Dur tak bisa dipungkiri menjadi ancaman serius PKB Muhaimin meski Ketua DPW PKB Jawa Timur Imam Nahrowi menilai manuver itu biasa saja. “Biasa saja, ndak apa-apa. Ini malah semakin bagus, bahwa Gus Dur melakukan pendidikan politik kepada kami,” imbuhnya.

Meski demikian, Imam sepertinya menyayangkan manuver Gus Dur dan Yenny Wahid ini. Harusnya, sambung caleg PKB dari Dapil Jatim I ini, manuver PKB Gus Dur memiliki konsekuensi politik terutama terkait UU Pemilu dengan penerapan parliamentary threshold (PT) 2,5%.

“Harusnya dirawat ‘rumah’ yang sudah ada (PKB) lebih-lebih penerapan PT 2,5%, terkait penyelamatan politik warga nahdliyin. Jangan membuat bingung masyarakat. Kalau koalisi ke PDIP ya ke PDIP saja,” tegasnya. Imam masih optimistis manuver Gus Dur tak bakal menggerogoti suara PKB dalam pemilu mendatang. Menurut dia, masyarakat nahdliyin masih memiliki nuirani dalam menentukan pilihannya terlebih dengan pengalaman PKB dalam menghadapi setiap konflik.

“Pemilu 2004 PKB mendapat ujian yang sama. Kini Gus Dur yang menguji. Saya yakin, dengan cara ini PKB akan tahan banting,” ujarnya. Gonjang-ganjing konflik PKB tampaknya tak bakal usai dengan secepatnya. Hasil pemilu legislatif 9 April mendatang sepertinya menjadi ujian terberat Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.

Jika suara PKB menyamai perolehan Pemilu 2004, bisa dipastikan Muhaimin bakal selamat. Namun, mimpi buruk anjlok suara kian menghantui PKB Muhaimin. Setidaknya legitimasi kepemimpinannya semakin rendah di mata kader dan partai politik lainnya. [E1, inilah.com]

Sabtu, 14 Maret 2009

'Terbakar' Dendam, Yenny Gembosi Imin


Surabaya – Dendam politik Yenny Wahid kepada Muhaimin Iskandar makin membara menjelang Pemilu 2009. Ia menyeru seluruh loyalis Gus Dur bersedia menggembosi kekuatan PKB kubu Muhaimin Iskandar dengan mengalihkan dukungan politik PKB ke Partai Gerindra.

Hal itu diungkapkan putri Gus Dur ini di depan ribuan massa PKB kubu Gus Dur dan Gerindra yang memadati GOR Kertajaya, Surabaya, Sabtu (14/3). Dia menyerukan massa dan pengurus DPC PKB di seluruh Indonesia untuk setia kepada Gus Dur.

"Siapkah Anda semua untuk menggembosi PKB Muhaimin dalam pemilu dan mengalihkan suara ke Gerindra? Siapkah Anda para pemimpin Gerindra untuk menerima amanat penderitaan rakyat dari PKB Pro Gus Dur?" seru Yenny.

Keputusan itu, kata perempuan bernama asli Zannuba Arifah Chafsoh itu, ditempuh karena PKB Muhaimin dianggap bersekongkol bersama pemerintah untuk menghancurkan PKB Gus Dur. "Karena itu, dua kekuatan besar antara PKB Pro Gus Dur dan Partai Gerindra akan bersatu dalam membuat perubahan lebih baik bagi bangsa ini ke depan," tegasnya. [beritajatim/nuz]

Kamis, 12 Maret 2009

PDIP-Golkar Masuk Perangkap PKS


Banyak tulisan yang menyebutkan bahwa PKS kalah langkah setelah Mega-JK bertemu dan mengawali koalisi PDIP-Golkar. Tetapi, justru inilah kecerdasan PKS. Mari kita sedikit membahasnya.

Kecerdasan ini sebenarnya merupakan rangkaian panjang dalam menghadapi Pemilu 2009 walau dengan dana yang minim. Lihatlah iklan-iklan PKS yang hanya dengan sedikit dana tapi mampu menyedot perhatian publik dan menjadi pembicaraan dalam rentang waktu 10 kali lipat dari hari tayang. Manuver-manuver PKS dalam menyodorkan wacana koalisi capres-cawapres juga dikelola dengan strategi ini. Ini bagian dari upaya membangun popularitas. Saat wacana JK-HNW digulirkan misalnya, perhatian publik segera tersedot ke sana, para pengamat juga sibuk dengan berbagai analisanya, dan elit partai juga 'dipaksa' konsentrasi menghadapi langkah ini.

Beberapa hari kemudian, datang isu Sultan-Tifatul yang mengesankan perpecahan di tubuh elit PKS. Tapi, sekali lagi ini adalah kecerdasan PKS. Justru dengan isu itu Golkar coba dipecah oleh PKS dan langkah ini menguntungkan Partai berlambang dua bulan sabit yang mengapit padi emas ini. Partai lain menganggap PKS pecah, pada saat yang sama terjadi konsolidasi luar biasa dan gerakan serentak dari kader-kadernya sampai tingkat RT dengan hard selling dan 'kampanye terselubung'.

Nah, yang justru diinginkan partai pimpinan Tifatul Sembiring ini adalah bersatunya PDIP dan Golkar dalam sebuah koalisi. Dengan demikian, PKS bisa berpasangan dengan SBY atau membentuk blok sendiri. Yang pasti, jika benar PDIP dan Golkar berkoalisi dalam pilpres nanti, mereka telah masuk dalam jaring jebakan yang telah disiapkan PKS. Akan lebih mudah menggerogoti suara akar rumput yang akan mendukung dua partai besar ini sebab telah disiapkan strategi 'menghabisi' mereka. Apa saja isu demarketing yang akan digulirkan PKS menghadapi PDIP dan Golkar? Ikuti saja tulisan berikutnya. Yang jelas, politik hampir selalu kejam, penuh tipu daya, dan tidak terduga. [DoZ]

JK-Mega Coba Psywar SBY


Jakarta - Pertemuan JK dan Megawati Soekarnoputri dianggap berakhir anti-klimaks. Kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan hanya normatif. Demokrat menilik pertemuan itu sebagai upaya psywar untuk SBY.

"Saya sudah prediksi pertemuan itu anti-klimaks. Pertemuan itu jadi hanya sekadar ngerumpi saja. Mereka sedang mencoba melancarkan psywar ke SBY dan Demokrat," kata Jubir PD Ruhut Sitompul kepada INILAH.COM di Jakarta, Kamis (12/3).

Mantan politisi partai Golkar ini mengatakan, gerakan politik yang dilakukan PDIP akhir-akhir ini hanya gertakan sambal saja. Sebelum pertemuan ini, PDIP juga pernah melakukan hal yang sama saat PDIP akan menetukan siapa cawapres Megawati.

"Sebenarnya meraka itu ingin meniru Demokrat yang akan membahas semuanya setelah Pemilu Legislatif 9 April. Tapi karena malu makanya mereka buat psywar-psywar seperti itu," katanya.

Menurut Ruhut, hal itu terjadi karena Demokrat menyadari semakin tinggi pohon maka akan semakin kencang anginnya. "Yang jelas kita memang sempat khawatir tapi begitu melihat hasil-hasil survei terakhir posisi Demokrat dan SBY masih paling atas. Jadi kita tetap bekerja seperti biasa saja," pungkasnya. [mut/ana, inilah.com]

Sabtu, 07 Maret 2009

PKS Gunakan Taktik Militer Amerika

London – Taktik politik yang dilancarkan PKS di panggung politik Indonesia dinilai mirip dengan strategi militer modern yang digunakan Amerika Serikat. Dengan taktik ini, PKS diyakini akan mampu mendongkrak peroleh suara di Pemilu 200p.

Hal itu diungkap Dr Subchan, kader PKS yang kini jadi ahli strategi militer di Cranfield University, Swindon, Inggris, di London, Jumat (6/3). Subchan menjelaskan, ketika melancarkan aksi militer di Irak, pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat mengawali aksi dengan serangan udara dengan menggunakan pesawat-pesawat tempur yang canggih.

Setelah fasilitas dan peralatan musuh hancur, kata dia, kemudian pasukan darat diterjunkan. “PKS melakukan hal yang sama dengan memasang iklan-iklan menarik di berbagai media nasional, sementara di lapangan para kader menjual program-program partai secara langsung ke masyarakat,” katanya.

Selain memaksimalkan peran para tokoh partai di tingkat nasional, PKS juga memasang berbagai iklan yang cerdas. Sudah menjadi rahasia umum iklan-iklan PKS selalu menjadi pembicaraan masyarakat di semua golongan. Penetrasi ke pemilih ini diimbangi pula dengan aksi jemput bola.

Subchan menjelaskan PKS memiliki kader-kader yang siap menjual partai dari pintu ke pintu secara santun dan simpatik. Para kader ini adalah mesin partai yang sesungguhnya.

"Yang dilakukan para kader partai ini adalah meyakinkan kepada masyarakat bahwa PKS layak dipilih di pemilu nanti," kata Subchan yang aktif sebagai direktur Institute for Science and Technology Studies untuk Inggris itu.

Bisa jadi, lanjut Subchan, taktik PKS ini akan dipakai atau justru telah dipakai oleh partai-partai lain. Tetapi akankah upaya partai-partai lain ini akan seefektif PKS? "Pemilu 2009 akan menjawab pertanyaan tersebut," demikian Subchan. [*/P1, Inilah.com]

Kamis, 05 Maret 2009

Tifatul: Perkosaan oleh Kader PKS adalah Fitnah


JAKARTA - Kasus pemerkosaan siswi kelas III SMP di Indramayu yang diduga melibatkan pengurus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) diangggap sebagai fitnah. Langkah disengaja dihembuskan pihak-pihak yang ingin merusak citra partai ini menjelang pemilu legislatif.

"Royana itu bukan kader PKS, bukan caleg PKS dan bahkan dia bukan pengurus PKS, jadi itu keliru," ujar Presiden PKS Tifatul Sembiring usai usai melakukan dialog Ke mana Arah Koalisi Ba'da Pemilu 2009, di kantor DPP PKS, Jalan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Kamis (5/3/2009) malam.

Menurut informasi yang diperolah, Royana adalah seorang preman kampung yang dikenal sering mabuk-mabukan. "Mana ada kader PKS yang suka mabuk-mabukan begitu," imbuhnya.

Kini, PKS akan mencermati kasus yang membuat nama partainya tercemar termasuk adanya dugaan bahwa kasus ini sudah dirancang oleh pihak-pihak yang sengaja ingin membalas dendam partainya.

"Yang jelas kasus ini adalah fitnah yang ingin menghancurkan citra baik partai kami," pungkasnya.(ded, oke zone.com)

Demokrat Tercoreng Isu Korupsi


Lanjutkan! Begitu iklan politik Partai Demokrat. Tapi, jika saja skandal korupsi yang diduga melibatkan kadernya, Jhonny Allen Marbun dan Marzuki Alie terbukti, ada baiknya untuk tidak melanjutkan. Isu korupsi kini telah mencoreng Demokrat.

Maka, salah satu cara untuk menentukan hitam-putih (orang-orang) Partai Demokrat adalah dengan mendesak Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) mengusut tuntas kasus korupsi proyek Rp 100 miliar ini. Agar kasus ini tak jadi mainan para politisi menjelang hajat politik penting dua bulan ke depan.

Pengusutan penting karena pedang pejuang antikorupsi sudah digulirkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Ironisnya, giliran Allen Marbun sendiri yang kini dibidik KPK karena perkara yang sama. Isu korupsi juga menimpa Marzuki Alie, Sekjen Partai Demokrat.

“KPK harus mengusut tuntas skandal korupsi ini,” kata Ibrahim Fahmi Badoh dari ICW.

Bola panas kini memang menerjang Partai Demokrat setelah sebelumnya menghantam Partai Amanat Nasional akibat korupsi oleh politisi PAN, Abdul Hadi Djamal. Kini giliran Partai Demokrat tercoreng dan mempersilakan KPK untuk mengusut kadernya, Jhonny Allen Marbun dan Marzuki Alie dalam kasus yang lain.

Menurut keterangan Wakil Ketua KPK M Jasin, dalam pemeriksaan, Abdul Hadi mengaku pernah memberikan uang Rp 1 miliar kepada Jhonny Allen Marbun pada 27 Februari 2009. Jadi, masih hangat kejadiannya.

Seperti diketahui, Abdul Hadi tertangkap tangan setelah diduga menerima suap senilai USD 90 ribu (sekitar Rp 1 miliar) dan Rp 54,5 juta dari Hontjo Kurniawan, seorang pengusaha. KPK menduga anggota DPR dari PAN itu juga menerima Rp 2 miliar.

Bahkan, pada 27 Februari lalu, ditengarai ada penyerahan uang Rp 1 miliar ke kantong Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR, Jhony Allen Marbun. Tentu saja, Allen Marbun membantah. Tapi dia tak bisa mengelak dari pemeriksaan KPK yang mengincar skandalnya. Skandal ini melibatkan aparat Bagian Tata Usaha Ditjen Perhubungan Laut Departemen Perhubungan Darmawati.

Ketua Fraksi Partai Demokrat Syarif Hasan mendukung KPK untuk mengusut tuntas skandal politisi PD itu. Fraksi Demokrat sudah memanggil Jhonny, namun belum memanggi Marzuki Alie.

Jhonny secara sepihak mengelak dan menyatakan kasus Abdul Hadi merupakan urusan komisi. Dirinya mengaku tidak tahu-menahu. “Untuk itu, kami serahkan dan dukung KPK untuk mengusut,” kata Syarif.

Belum jeranya politisi dan pejabat melakukan korupsi lebih disebabkan bahwa politik tidak dilihat sebagai sarana untuk mengabdi pada negara dan masyarakat. Politisi, entah itu anggota legislatif atau calon anggota legislatif, menggunakan arena politik sebagai bagian dari ladang rezeki untuk memperkaya diri.

Para analis melihat, korupsi makin sulit diberantas karena ada kesan tebang pilih dan koruptor yang lemah dukungan politiknya, yang dibersihkan. Ini jelas tak adil dan tak akuntabel. Skandal proyek Rp 100 miliar yang melibatkan kader PAN dan PD itu menjadi sorotan rakyat serta mencederai pemerintahan SBY dan Partai Demokrat yang berkuasa.

Kasus ini lebih ironis lagi karena di layar televisi, Partai Demokrat hampir setiap hari muncul meneriakkan slogan: katakan tidak, untuk korupsi. Karena itu, jika saja ada kadernya yang kemudian terbukti korupsi, mungkin bisa pula muncul iklan seperti ini: katakan tidak kepada partai yang kadernya korupsi! [I4, inilah.com]

Selasa, 03 Maret 2009

Abdul Hadi Tertangkap, DPR Makin Korup


Tertangkapnya Abdul Hadi Djamal sebagai tersangka pada pukul 22.30 kemarin malam (3/3) membuat DPP PAN berang.

Kronologi
KPK yang mendapat laporan bahwa akan terjadi pertemuan antara Departemen Perhubungan, anggota dewan, dan swasta segera meluncur ke tempat terkait. Sekitar pukul 22.30, KPK berhasil menghadang mobil yang ditumpangi Abdul Hadi tepat di persimpangan Jalan Sudirman-Casablanca. Lalu KPK menggeledah mobil tersebut dan mendapati uang di dalam sebuah tas berwarna cokelat yang berjumlah US$ 80 ribu dan Rp 54,5 juta, dan tambahan US$ 10 ribu di bawah jok mobil.

Sanksi Partai
Anggota Fraksi PAN yang tertangkap oleh KPK karena diduga menerima suap program lanjutan pembangunan fasilitas bandara dan pelabuhan di kawasan timur Indonesia ini akhirnya dipecat dari keanggotaan PAN dan juga terancam tak bisa meneruskan langkahnya sebagai caleg di Pemilu 2009. "Memberhentikan saudaraku Abdul Hadi Djamal sebagai anggota PAN," demikian dalam pernyataan tertulis yang dikeluarkan DPP PAN, Jakarta, Rabu (4/3).

Korban Pencitraan SBY?
Berita penangkapan yang sangat populer karena hanya berjangka kurang dari satu bulan menjelang pemilu legislatif ini mengandung pro dan kontra juga. Diantaranya, pengamat politik UI Abdul Gafur Sangadji yang menilai penangkapan ini paradoks. Di satu sisi memang langkah positif untuk memberi efek jera kepada anggota DPR. Tapi di sisi lain kental nuansa politik untuk kepentingan politik pencitraan SBY.

"Ini yang saya sebut dengan politisasi korupsi. Mengapa di akhir masa pemerintahan SBY upaya pemberantasan korupsi baru dilakukan dengan gencar?" cetus Gafur.

Menurutnya, langkah KPK ini patut didukung, tetapi tidak boleh hanya sekedar tebang pilih dan dimanfaatkan untuk kampanye belaka. "Karena pemberantasan korupsi pemerintahan SBY sangat tebang pilih," tegas Gafur.

Meneguhkan DPR sebagai Lembaga Korup
Lepas dari pro kontra tentang korban pencitraan, penangkapan ini semakin meneguhkan citra negatif DPR sebagai lembaga korup. Hampir semua partai politik telah 'menyumbang' kader atau anggota DPR/D-nya sebagai koruptor yang merugikan negara. Apakah Pemilu 2009 bisa menghasilkan DPR yang lebih baik? Yang bisa bersih dari korupsi? [DoZ]

PKS Lancarkan Manuver Zig-Zag?


Wacana pengusungan Sultan Hamengku Buwono X sebagai capres PKS sengaja digelindingkan Sekjen Anis Matta sebagai trik politik belaka. Tujuannya mendorong ketegasan Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla dalam menyikapi tawaran PKS. PKS lancarkan manuver zig-zag?

"Ibarat gadis cantik dan seksi, PKS menggoda siapa saja untuk bergabung, karena mereka punya massa yang cukup banyak. Sekarang PKS sudah semakin liar bermanuver," kata pengamat politik UI Boni Hargens kepada INILAH.COM di Jakarta, Rabu (4/3).

Boni menilai, pernyataan wakil sekjen PKS Anis Matta soal ketertarikan pada wacana Sultan-Hidayat ketimbang JK-Sultan, adalah 'godaan'. Karena mungkin PKS melihat elektabilitas

JK dalam survei lebih rendah dibandingkan elektabilitas Sultan.

"Tapi memang kemungkinannya masih banyak, peluangnya bisa dengan siapa saja. Karena pintu koalisi masih terbuka lebar," ujarnya.

Terkait apakah peluang Sultan-Hidayat cukup kuat, mengingat keduanya bukan komposisi seimbang, Jawa-Jawa, Boni menilai hal itu bukan penghambat. Karena saat ini, lanjutnya, rakyat tidak peduli lagi perpaduan dari Jawa atau Non-Jawa.

"Sekarang itu rakyat mikirin soal kesejahteraan. Pemimpin yang jujur, dan tak umbar janji belaka," tandasnya. [ikl/dil, sumber: inilah.com]

Anis Matta Ragukan JK


Pada Todays Dialouge di Metro TV, Selasa malam (3/3), Najwa Shihab berhasil mengorek keterangan mengapa Anis Matta meragukan keserisuan JK maju sebagai calon presiden. Ada dua hal yang melatari keraguan Anis Matta ini.

Pertama, terkait keseriusan JK sendiri. Apakah JK benar-benar serius mencalonkan diri sebagai capres atau hanya mengkonsolidasikan Golkar. Keraguan Anis Matta ini juga didukung oleh pernyataan JK sendiri pada saat diwawancarai najwa Shihab dan ditayangkan pada acara yang sama. JK secara implisit menyatakan bahwa peluang menang lebih besar jika ia tetap berduet dengan SBY.

Kedua, terkait dengan keseriusan Golkar. Apakah Golkar serius mencapreskan JK. Mengapa? Sebab di Golkar sendiri terlihat adanya beberapa faksi yang memiliki keinginan berbeda soal pemilu presiden, termasuk mau mengusung siapa sebagai capres. Sebut saja, ada nama SB X, Akbar Tanjung, ada faksi yang masih berat untuk meninggalkan SBY, bahkan ada riak-riak faksi yang menginginkan bergabung dengan blok M.

Apakah dengan demikian PKS tidak jadi mendukung JK-Hidayat? Hanya PKS sendiri yang bisa menjawab. [DoZ]

3 Syarat menghadapi incumbent


SBY sebagai incumbent dalam pilpres mendatang tampaknya sedang berada dalam posisi dikeroyok. Banyaknya blok yang terbentuk tampak memiliki satu target untuk menantang incumbent. Capres yang paling serius dan sejak 3 bulan lalu mendeklarasikan diri sebagai rival SBY adalah Megawati Soekarno Putri yang kini banyak diopinikan sebagai blok M. Capres yang baru saja menyatakan kesediannya dan memiliki kans besar jika didukung oleh partainya adalah Jusuf Kalla, yang entah mengapa tidak disebut blok J tetapi blok G (Golkar). Sementara blok lain mengatasnamakan diri sebagai blok perubahan yang masih belum solid karena banyaknya warna spektrum politik di dalamnya, meskipun Rizal Ramli yang kelihatan ‘ingin menguasai’ blok ini ‘menantang’ SBY.

Tapi, apakah begitu mudah melawan incumbent atas nama perubahan? Setidaknya ada 3 syarat kemenangan dalam menantang incumbent sebagaimana yang dikemukakan analis politik Bima Arya:
1. Tingkat kekecewaan terhadap incumbent
Semakin besar kekecewaan publik publik terhadap incumbent, semakin besar peluang penantang. Di sini rival baru bisa mengatasnamakan perubahan dan menggulirkan opini itu semasif mungkin.
Pada pemilu 2004, mislanya. Pada saat itu SBY tidak berangkat dari nol. Pada saat popularitas incumbent (Mega) jatuh, ia memainkan isu perubahan yang menguntungkan pencalonannya.

2. Adanya ‘martir politik’
Rakyat Indonesia (khususnya masyarakat Jawa) masih berada dalam budaya lama. Mereka akan selalu membela orang yang tertindas, atau dalam posisi di-‘dzalimi’. Inilah yang terjadi pada saat bersamaan ketika popularitas Mega jatuh, SBY sebagai menko di kabinet Mega saat itu ‘didzalimi’ karena isu pencalonan dirinya.

Selain pribadi calon, ‘martir’ ini sebenarnya bisa diciptakan. Inilah yang disebut dengan ‘manajemen konflik’. PKS, misalnya. Ia telah mengambil keuntungan dari iklan KH. Hasyim Asyari, KH. Ahmad Dahlan, dan pahlawan. Gugatan dan ‘cercaan’ dari sebagian kalangan NU dan Muhammadiyah justru mendatangkan simpati publik kepada PKS sebab publik menilai PKS sedang ‘didzalimi’, masa’ hanya karena iklan begitu PKS dihukum.

3. Momentum yang tercipta
Keberhasilan capres baru juga ditentukan oleh momentum yang tercipta. Kemenangan Obama, misalnya. Meskipun tidak sedang melawan incumbent, tetapi ia melawan partai penguasa yang dinilai memiliki kebijakan yang sama jika Mc. Cain jadi. Di samping keberhasilannya mengelola isu perubahan melalui slogannya “Yes, We Can!” dan “Change We Need”, AS saat itu sedang menghadapi gelombang krisis finansial yang mengharuskan presiden mendatang adalah orang yang mampu mengatasi persoalan ekonomi dalam negeri. [DoZ]

Anis-Sultan Main Mata, PKS Terbelah


Herdi Sahrasad

INILAH.COM, Jakarta - Gara-gara Anis Matta dan Sultan HB X 'bermain mata', PKS dikabarkan terbelah. Gagasan Anis yang dipersepsikan mewakili keinginan elite kalangan muda itu ditolak oleh politisi senior PKS, yang lebih nyaman dengan rencana 'perkawinan politik' JK-Hidayat.

Menarik memang mencermati dinamika politik internal seperti ini. Tatkala hampir seluruh kader PKS mendukung duet M Jusuf Kalla-Hidayat Nur Wahid, diam-diam Sekjen DPP PKS Anis Matta menyorong Sultan sebagai calon presiden yang pantas didukung PKS. Ada apa gerangan?

Kelompok Anis ini kerap dikenal sebagai faksi kesejahteraan. Mereka yang berada di kubu ini disebut-sebut antara lain Fachry Hamzah dan Andi Rahmat. Para analis politik menyebut Anis cs ini sebagai kelompok kepentingan PKS yang mengedepankan pragmatisme.

Tentu di tubuh PKS tidak hanya ada kelompok Anis cs. Faksi ini berseberangan dengan faksi mayoritas PKS yakni faksi keadilan. Kelompok yang disebut terakhir ini berisi idealis dan teknokrat yang konon mendukung kemungkinan duet JK-HNW. Faksi keadilan dipelopori Hidayat Nur Wahid, Tifatul Sembiring, Zulkieflimansyah dan seterusnya.

Mengapa Anis tiba-tiba menyorongkan Sultan? Jawabannya beragam. Dengan analisis post-strukturalisme, kita bisa membaca bahwa: Pertama, di hadapan JK-HNW, Anis tak bisa mendikte dan mengatur lalulintas politik sesuai kepentingan dan seleranya.

Kedua, Kubu Hidayat-Tifatul jauh lebih kuat dan rapi, solid dan akuntabel serta transparan dalam bermain politik, sehingga Anis tak bisa menembus barikade itu. Ketiga, Anis merasa ketinggalan kereta, kurang berperan sentral, lalu berusaha mengecoh dan mengimbangi langkah kuda kubu Hidayat-Tifatul yang santun, kredibel dan terstruktur. Tentu saja, kesan yang muncul Anis keteteran.

Dalam hal ini, Wasekjen PKS Fachry Hamzah, kepada INILAH.COM, di Jakarta, Selasa (3/3), menilai pernyataan Anis soal Sultan itu sebagai pernyataan pribadi. Soal nama capres yang keluar dari mulut elit PKS, menurutnya, jangan dipandang sebagai pernyataan final. Sehingga, pernyataan Anis Matta yang menganggap Sultan lebih baik dari JK, hanya sebagai analisis pribadi saja.

"Itu sebabnya tidak mungkin soal dukungan disepakati sekarang. Karena yang kita khawatirkan, Golkar sudah merasa koalisi sudah terjadi. Yang diinginkan PKS itu adalah membangun konsepsi yang benar, Itu dulu baru bicara figur," kata Fachry.

PKS memang tidak memiliki tokoh yang bisa ditonjolkan sebagai sosok sentral di panggung nasional seperti SBY, Megawati, Wiranto atau Prabowo Subianto. Hal ini menyebabkan sejumlah elit partai Islam berlambang dua bulan sabit mengapit sebatang padi ini mudah digoyang kepentingan pendek (uang) pihak luar.

Apa yang terjadi kini mengingatkan kembali pada Pilpres 2004. Kala itu, PKS juga terbelah. Sebagian menginginkan dukungan kepada duet Amien Rais-Siswono Yudo Husodo. Sementara kubu Anis memilih Wiranto-Salahuddin Wahid. Alhasil, PKS tidak mendukung siapapun dalam pilpres putaran satu.

Tentunya, meski tidak ada figur sentral di panggung nasional, bukan berarti lantas PKS latah dengan dinamika politik nasional. Menjaga kehormatan dan jarak terhadap 'kenikmatan sesaat' (baca: uang) agaknya menjadi penting untuk diperhatikan PKS. Mudah-mudahan PKS memang tidak demikian.[Bersambung/L4]